Saturday, 23 May 2015

Reuni mini HULASKOers di Minahasa




Kami berempat (saya, suami, anak saya dan temannya)berangkat dengan GA602, tanggal 12 Mei 2015 dari Bandar Udara SOETTA pukul 05.30 WIB dan tiba di  Bandar Udara Sam Ratulangi Manado  pukul 09.55 WIT.

Setelah mengambil bawaan kami di klaim bagasi, kami beranjak keluar dan ternyata Sofieche (eks div. Services dan HR HULASKO) dan Itje (div. Services) sudah menanti kami. Sudah cukup lama saya tidak bertemu Sofieche, terutama dgn Itje. Mereka tidak berubah,  cara bicara dan ramahnya masih seperti dahulu. Sofieche dan Itje adalah saudara sepupu. Selain itu, kami juga dikenalkan dengan sepupu Sofieche yang juga datang menjemput kami yaitu Tommy.

Dengan mobil Tommy, kami menuju rumah Sofieche yg terletak -/+ 25 km dari Manado, tepatnya di  Desa Kaima, Kec. Kauditan, Minahasa Utara.

Cuaca di  Manado dan sekitarnya sungguh panas yaitu 32 derajat Celcius, Namun dengan halaman rumah Sofieche yang sangat luas (sekitar seribu meter) dan banyak ditanami pohon-pohon antara lain, pepaya, manggis, langsat, dan pohon kelapa, sehingga walaupun cuaca panas, kami tetap  merasa nyaman. Udara di Desa Kaima ini cukup unik, saat malam hari mulai pukul 24.00 hingga pagi hari udara sangat dingin, sekitar 18 derajat celcius. Berbanding terbalik dengan suhu di siang hari.

Sampai di rumah panggung Sofieche kira-kira pukul 11.00, kami telah disiapkan 2 kamar di lantai 2. Selain itu, kami juga sudah disiapkan makan siang hasil masakan Sofieche dan Itje. Menu makan siang hari itu adalah ikan mujair pedas (ikan mujair di Manado besar2 seperti ikan mas), sambal roa dan sayur daun pakis dengan bunga pepaya, daun  pepaya dan ikan cakalang (di Manado biasa disebut sayur paku) serta nasi panas,  sungguh nikmat.

Selesai makan siang kami istirahat hingga pukul 17.00.  Saat itu, kami berencana makan malam ikan bakar di Boulevard di pinggir pantai kota Manado. Namun sayang, kami tidak sempat melihat sunset karena berangkat terlalu sore dan jalan menuju kota Manado sangatlah macet. Kemacetan kota Manado ternyata tidak kalah dengan kota Jakarta. Selesai makan malam, kami diajak keliling kota Manado, sambil melihat mall-mall besar di kota Manado yg tidak kalah dengan mall-mall di Jakarta.

Hari kedua di Minut (13 Mei 2015), kita berencana untuk mengunjungi Bunaken, dengan menyewa speed boat untuk 7  orang. Perjalanan sekitar setengah jam kami tempuh. Namun, hal ini tak terasa karena sungguh indah laut dan pemandangan menuju Bunaken, laut berwarna biru tua yang sangat bersih. Sesampainya di lepas pantai Bunaken, kami pindah ke kapal Katamaran dimana kami dapat melihat dasar laut Bunaken. Dengan menggunakan kapal tersebut, kami menikmati keindahan dan eksotisme dasar laut Bunaken yang terkenal dengan ikan hias dan karang2nya, Subhanallah sungguh indah ciptaanMu. 

Sesampainya di Pulau Bunaken, anak saya dan temannya pergi snorkeling.  Sambil menunggu mereka selesai, saya, suami saya, Sofieche, Itje dan Tommy jalan-jalan sekitar Pulau Bunaken dan menyempatkan makan pisang goreng dengan sambal dabu, cukup aneh pisang goreng dengan sambal tapi kombinasi ini tetap nikmat. 

Hari ketiga (14 Mei 2015), kami menyantap menu makan pagi khas Manado yaitu Bubur Manado. Rencana kami hari itu adalah jalan-jalan sekitar kota Tomohon, namun sayang sekali ditengah jalan hujan sangat lebat,  setelah hujan agak reda kita sempat mampir di kota Kawangkoan, kota ini disebut juga sebagai kota kacang, sebagai penghasil kacang terbesar di Sulut, dan mampir ke Bukit kasih, Bukit Kasih adalah salah satu tempat pariwisata di provinsi Sulawesi Utara. Di Bukit Kasih ini terdapat monumen. Bukit Kasih ini terletak sekitar 50 km arah selatan Manado, tepatnya di desa Kanonang, kabupaten Minahasa. Bukit Kasih ini merupakan bukit belerang yang masih alami. Bukit kasih dibangun pada tahun 2002 sebagai pusat keagamaan dimana semua pemeluk agama bisa berkumpul dan beribadat di bukit tropis yang rimbun dan berkabut, ketika melewati kota Tomohon sempat melihat Universitas Manado (UNIMA), dan juga mampir ke makam Kyai Mojo Dan Pangeran Mangkubumi Hamengku Buwono ke 2, juga mengunjungi danau Lino dan danau Tondano.

Danau Tondano merupakan danau terluas di Sulut, luas danau ini adalah 4.278ha, dan sempat mampir di salah satu resto untuk minum teh sambil makan pisang goroho (pisang gr dan sambal)dan makan ikan Nike (ikan Dari danau Tondano, ikannya kecil2 sekali dan digoreng memakai tepung, seperti bakwan), kami juga sempat mengunjungi kota Woloan, dimana kota tersebut adalah kota penghasil rumah panggung kayu khas Woloan (knock down), rumah2 panggung tersebut sudah di export ke Mancanegara, luar biasa.

Hari keempat (15 Mei 2015), kami pergi melihat pantai-pantai di  sekitar kota Bitung, antara lain Pantai Millenium dan Pantai Tanjung Merah, namun pantai tersebut tidak sebersih pantai Bunaken, kemudian kita menuju pelabuhan Nelayan Bitung dan menyewa kapal motor Nelayan menuju Pulau Lembeh, disana terdapat monumen peringatan TRIKORA, kemudian menuju ke Tangkoko, dimana terdapat kebon binatang kecil khusus binatang asal Sulut, yaitu "Tarsius"

Tarsius bertubuh kecil dengan mata yang sangat besar, bola matanya berdiameter sekitar 16 mm, kaki belakangnya juga sangat panjang. Panjang kepala dan tubuhnya sekitar 10 sampai 15 cm, mereka juga punya ekor yang ramping sepanjang 20 hingga 25 cm. Jari-jari mereka juga memanjang. Bulu tarsius sangat lembut dan mirip beludru yang bisanya berwarna cokelat abu-abu, cokelat muda atau kuning-jingga muda.

Hari kelima (16 Mei 2015), acara membeli oleh2 di kota Manado dan sekitarnya, mampir di kabupaten Airmadidi untuk membeli beberapa macam oleh2 dan makan siang di Resto Sukur Jaya yang sangat terkenal dgn kepala ikan bakarnya. Akhirnya kami berhasil makan di restoran ini, kami sudah dua Kali batal karena restorannya tutup.  Setelah makan siang kami menuju makam Tuanku Imam Bonjol yg terletak di wilayah Pineleng 5 - 10 km dari kota Manado. Alhamdulillah sempat sholat Lohor di Masjid diseberang makam, dilanjutkan dengan mampir ke toko Kawanua untuk belanja souvenir. Hari kelima kami tutup dengan menunggu Sunset di Mantos (Manado Town Square) dan melihat Sunset dari belakang Mantos.

Hari keenam (17 Mei 2015), kami kembali ke Jakarta dgn menggunakan GA603, berangkat pukul 10.55 WIT. Bagasi kami bertambah dengan 5 kotak yang berisi oleh-oleh. Alhamdulillahirabbil'alamin sampai Jakarta sekitar pukul 13.05 WIB, sesampainya di Jakarta kami baru merasa capek. 

Selama di Sulut 6 hari 5 malam (12 Mei - 17 Mei 2015), kami selalu berangkat pagi pulang malam, dan jika diukur kami sudah mengunjungi 3/4 kota Minahasa, Manado dan Bitung.

Terima kasih banyak kepada Sofieche, Itje dan Tommy atas kebaikan hati  kalian membawa kami keliling Sulut.









Wednesday, 20 May 2015

Selamat HarKitNas

Sahabat-sahabat HULASKO,

Ingat firman-Nya, "Selepas mendengarkan khutbah dan salat, bertebaranlah kalian di muka bumi dan carilah rezeki Allah dengan usaha kalian. Dan ingatlah kepada Allah sebanyak-banyaknya dalam segala keadaan agar kalian beruntung mendapatkan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat", ba'da subuh tadi saya bergegas ke Pasar Minggu belanja ikan segar dan empon-empon alias bumbu dapur.

Suatu perjalanan pagi yang menyenangkan di dalam angkot yang saya naiki, saya melihat ratusan orang yang berjalan kaki, yang di dalam berbagai kendaraan, terlihat terburu-buru. Semuanya melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada pemandangan khusus yang saya perhatikan, di beberapa tempat berkumpul yang berbeda, mas-mas/bapak-bapak dan mbak-mbak/ibu-ibu berseragam baju KORPRI dengan desain sekarang yang lebih cantik dibandingkan desain lama. Warnanya tetap biru yang sama, tetapi desain sekarang ada motif seperti tumpal/pinggirannya di bagian bawah kemeja/blouse. Eh..eh..jadi teringat belasan/puluhan tahun lalu, setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka kita mengenakan seragam KORPRI saat upacara peringatan Hari-Hari Besar Nasional dan setiap tanggal 17. He..he...nostalgia, agar kita tetap semangat.

Sahabat-Sahabat HULASKO,
Hari ini tgl 20 Mei 2015, kita kembali memperingati HarKitNas.

Selamat "Hari Kebangkitan Nasional".

Untuk tambahan bacaan, berikut ini saya copas tulisan Rhenald Kasali.
Selamat membaca!

Salam HULASKO, 


@Rhenald_Kasali

KOMPAS.com - Duduk di depan saya dua perempuan muda. Sarjana Hukum lulusan UI. Wajah dan penampilan kelas menengah, yang kalau dilihat dari luar punya kesempatan untuk “cepat kaya”. Asal saja mereka mau bekerja di firma hukum papan atas yang sedang makmur, seperti impian sebagian kelas menengah yang memanjakan anak-anaknya.

Tapi keduanya memilih bergabung dalam satgas pemberantasan illegal fishing yang dipimpin aktivis senior: Mas Achmad Santosa. Dari foto-foto yang ditayangkan Najwa Shihab, tampak mereka tengah menumpang sekoci kecil mendatangi kapal-kapal pencuri ikan. Dari Ambon, mereka menuju ke Tual, Benjina, dan pusat-pusat penangkapan ikan lainnya di Arafura.

Itu baru permulaan. Sebab, pencurian besar-besaran baru akan terjadi dua-tiga bulan ke depan. Dan mereka, para pencuri itu, datang dengan kapal yang lebih besar. Bahkan mungkin dengan “tukang pukul” yang siap mendorong mereka ke laut menjadi mangsa ikan-ikan ganas.

Uang atau Meaning?

Di luar sana, anak-anak muda lainnya setengah mati cari kerja. Ikut seleksi menjadi calon PNS, pegawai bank, konsultan IT, guru, dosen dan seterusnya.

Seperti kebanyakan kaum muda lainnya, mereka semua didesak keluarga agar cepat mendapat pekerjaan, membantu keuangan keluarga, dan menikah pada waktunya. Cepat lulus, dan dapat pekerjaan yang penghasilannya bagus.

Tak sedikit di antara mereka yang beruntung bertemu orang-orang hebat, dari perusahaan terkemuka, mendapatkan pelatihan di luar negeri, atau penempatan di kota-kota besar dunia.

Tetapi semua itu akan berubah. Sebab atasan yang menyenangkan tak selamanya duduk di sana. Kursi Anda bisa berpindah ke tangan orang lain. Kaum muda akan terus berdatangan dan ilmu-ilmu baru terus berkembang. Bulan madu karier pun akan berakhir. Mereka akan tampak tua di mata kaum muda yang belakangan hadir.

Sebagian dari mereka juga ada yang menjadi wirausaha. Tidak sedikit yang tersihir oleh kode-kode yang dikirim sejumlah orang tentang jurus-jurus cara cepat menjadi kaya raya. Bisa saja mereka berhasil meraih banyak hal begitu cepat. Tetapi benarkah mereka berhasil selama-lamanya?

Pengalaman saya menemukan, orang-orang yang dulu begitu getol mencari uang kini justru tak mendapatkan uang. Di usia menjelang pensiun, semakin banyak orang yang datang mengunjungi teman-teman lama sekedar untuk mendapatkan pinjaman. Sebagian lagi hanya bisa sharing senandung duka.

Kontrak rumah dan uang kuliah anak yang belum dibayar, pasangan yang pergi meninggalkan keluarga dan serangan penyakit bertubi-tubi. Padahal dulu mereka begitu getol mengejar gaji besar, berpindah-pindah kerja demi kenaikan pendapatan.

Saya ingin membeitahu anda nasehat yang pernah disampaikan oleh Co-Founder Apple: Guy Kawasaki kepada kaum muda ia pernah mengatakan begini: 

“Kejarlah meaning. Jangan kejar karier demi uang. Sebab kalau kalian kejar uang, kalian tidak dapat ‘meaning’, dan akhirnya tak dapat uang juga. Kalau kalian kejar ‘meaning’ maka kalian akan mendapatkan position, dan tentu saja uang.”

Lantas apa itu meaning?

Meaning itulah yang sedang dikerjakan anak-anak perempuan tadi yang saya temui dalam tapping program televisi Mata Najwa edisi hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei beberapa hari ke depan. Menjadi relawan dalam team pemberantas illegal fishing.

Dan itu pulalah yang dulu dilakukan oleh para mahasiswa kedokteran di STOVIA yang mendirikan Boedi Oetomo yang menandakan Kebangkitan Nasional Indonesia. Bahkan itu pula yang dijalankan oleh seorang insinyur lulusan ITB yang merintis kemerdekaan Indonesia, Ir. Soerkarno. Itu pula yang dilakukan para CEO terkemuka saat mereka muda.

Di seluruh dunia, para pemimpin itu lahir dari kegigihannya membangun meaning, bukan mencari kerja biasa. Dalam kehidupan modern, itu pulalah jalan yang ditempuh para miliarder dunia. Mereka bukanlah pengejar uang, melainkan pengejar mimpi-mimpi indah. Seperti yang diceritakan oleh banyak eksekutif Jerman yang dulu menghabiskan waktu berbulan-bulan kerja sosial di Afrika. "Tidak saya duga, apa yang saya lakukan 20 tahun lalu itulah yang diperhatikan pemegang saham," ujar mereka.

Saya jadi ingat dengan beberapa orang yang mencari kerja di tempat saya, baik di UI maupun di berbagai aktivitas saya. Ada yang benar-benar realistis, datang dengan gagasan untuk membangun meaning dan ada yang sudah tak sabaran mendapatkan gaji besar.

Kelompok yang pertama, sekarang bisa saya sebutkan mereka berada di mana saja. Sebagian sudah menjadi CEO, pemimpin pada berbagai organisasi dan tentu saja wirausaha yang hebat atau Ph.D lulusan universitas terkemuka.

Namun kelompok yang kedua, datang dengan tawaran yang tinggi. Ya, mereka menilai diri jauh lebih tinggi dari kemampuan mereka. Dan tak jarang ada yang diminta berhenti oleh keluarganya hanya beberapa bulan setelah bekerja, demi mencari pekerjaan yang gajinya lebih besar. Amatilah mereka yang baru menikah. Kalau bukan pasangannya, bisa jadi orangtua atau mertua ikut mengubah arah hidup dan merekapun masuk dalam pusaran itu.

Padahal, semua orang tahu orang yang mengejar meaning itu menjalankan sesuatu yang mereka cintai dan menimbulkan kebahagiaan. Dan bahagia itu benih untuk meraih keberhasilan. Orang yang mengejar gaji berpikir sebaliknya, kaya dulu, baru bahagia. Dan ini tumbuh subur kala orang dituntut lingkungannya untuk mengkonsumsi jauh lebih besar dari pendapatan.

Sebaliknya, mereka yang membangun meaning, tahu persis, musuh utama mereka adalah konsumsi yang melebihi pendapatan.

Potret Diri

Kalau saya merefleksikan ke belakang tentang hal-hal yang saya jalani dalam hidup saya, maka dapat saya katakan saya telah menjalani semua yang saya sebutkan di atas. Sementara teman-teman yang 30 tahun lalu memamerkan kartu kreditnya (saat itu adalah hal baru bagi bangsa ini), pekerjaan dengan gaji besar, jabatan dan seterusnya, kini justru tengah mengalami masa-masa yang pahit.

Seorang pengusaha besar mengatakan begini: “Uang itu memang tak punya mata, tetapi mempunyai penciuman. Ia tak bisa dikejar, tapi datang tiada henti pada mereka yang meaning-nya kuat.”

Di dinding perpustakaan kampus Harvard saya suka tertegun membaca esay-esay singkat yang ditulis oleh para aplikan yang lolos seleksi. Dan tahukah Anda, mereka semua menceritakan perjalanan membangun meaning. Maka saya tak heran saat Madame Sofia Blake, istri duta besar Amerika Serikat di sini berkunjung ke Rumah Perubahan minggu lalu, ia pun membahas hal yang sama untuk membantu 25 putra-putri terbaik Indonesia agar bisa tembus diterima di kampus utama dunia.

Meaning itu adalah cerita yang melekat pada diri seseorang, yang menciptakan kepercayaan, reputasi, yang akhirnya itulah yang anda sebut sebagai branding. Anda bisa mendapatkannya bukan melalui jalan pintas atau lewat jalur cara cepat kaya.

Meaning itu dibangun dengan cara yang berbeda dari yang ditempuh pekerja biasa. Dari terobosan-terobosan baru. Dan kadang, dari bimbingan orang-orang besar yang memberikan contoh dan mainan baru. Ya, contoh dan mainan itulah yang perlu kita cari, dan terobosan-terobosan yang kita lakukan kelak memberikan jalan terbuka.

Selamat mencoba. Selamat hari Kebangkitan Nasional. Jangan lupa pemuda yang dulu membangkitkan kesadaran berbangsa di negeri ini adalah juga para pembangun meaning.

Prof. Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model dari social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Merubah Mental Passengers Menjadi Drivers.

Thursday, 7 May 2015

Berprestasi, Berkontribusi - Reuni Mini HULASKOer Di DIY

Sahabat-Sahabat HULASKO,
 
Kita percaya bahwa setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa. Ditambah lagi terus belajar dengan keyakinan diri yang kuat bahwa belajar itu bukan beban; bahwa “Tabiat Ilmu Itu Harus Berlelah-lelah”, consistent and persistent. Setelah itu, kita baru bisa merasakan lezatnya ilmu karena menghasilkan kemampuan dan keahlian yang berbeda-beda untuk berprestasi, untuk berkontribusi.
 
HULASKO bangga!
Iya, HULASKO bangga, karena HULASKOer melalui masing-masing perusahaannya berprestasi dan ikut berkontribusi bagi negeri. Dari beberapa KKKS yang membuat GSA dan HoA dengan SKKMigas dan Kementerian ESDM, sebagai project team member: pak Hardi Istianto dari PETRONAS dan pak Gadang Marpaung dari CONOCO PHILLIPS, hadir menyaksikan saat RI-1 meresmikan “Peluncuran Program 35.000 MW Untuk Indonesia”, pada hari Senin, tanggal 4 Mei 2015 lalu, di Bantul, DI Yogyakarta.
 
Proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) senilai Rp 1.100 triliun ini diharapkan selesai pada thn 2019. Proyek raksasa ini membuka peluang besar bagi industri komponen di dalam negeri serta menyerap ratusan ribu tenaga kerja.  
 
Tampak wajah gembira kedua HULASKOers yang reunian dadakan menjaga persatuan dan persaudaraan. Alhamdulillah.
Bravo HULASKO!
 
 
 
Salam,
HULASKO